Istilah Net Neutrality, atau netralitas net, kian populer, terutama ketika ada suatu negara yang ingin mencabut atau menghapusnya. Banyak yang berpendapat, termasuk saya, jika Net Neutrality memiliki peran yang sangat penting, dan dapat memengaruhi penggunaan internet, baik pada masa kini maupun pada masa mendatang.
Melalui artikel ini, saya ingin mencoba untuk membahas apa itu Net Neutrality, serta pengaruh pentingnya yang dapat menentukan hak dan kenyamanan pengguna ketika mengakses internet. Saya juga akan menyinggung contoh kasus terkait pelanggaran asas Net Neutrality, yang dapat dilakukan baik oleh penyedia jasa internet (ISP) maupun pemerintah.
Pengertian dari Net Neutrality
Sebagai informasi, istilah Net Neutrality pertama kali dikemukakan oleh Tim Wu, seorang prosesor hukum dari Columbia Law School, melalui artikel jurnalnya yang diterbitkan pada 2003 silam. Wu, singkatnya, menyinggung jika ada diskriminasi lalu lintas yang dilakukan oleh penyedia layanan pita lebar terhadap penggunanya, yang tidak pantas dilakukan karena semua penggunanya, tanpa terkecuali, berhak mendapatkan pelayanan yang setara.
Mengutip dari laman Wikipedia, Net Neutrality merupakan asas yang menyatakan bahwa ISP dan pemerintah harus memperlakukan semua data di internet tanpa diskriminasi berdasarkan pengguna, isi, situs, platform, aplikasi, serta jenis peralatan yang dipasang. Ini selaras dengan apa yang disinggung oleh Wu melalui artikelnya.
Net Neutrality, jika saya boleh menyimpulkan, adalah prinsip dasar yang melarang ISP dan pemerintah untuk mempercepat, memperlambat, atau memblokir suatu konten, aplikasi, atau situs web tertentu. Net Neutrality menjamin perlakuan yang adil dari ISP dan pemerintah terhadap penyedia konten yang dapat diakses melalui internet.
Pengaruh Penting dari Net Neutrality
Net Neutrality telah menjadi pedoman ketika berselancar di internet. Ia, secara teknis, melindungi hak pengguna untuk mengakses konten secara bebas, tanpa adanya filter atau halangan, seperti perlambatan atau pemblokiran koneksi, baik dari ISP maupun pemerintah.
Tanpa adanya Net Neutrality, ISP dapat dengan mudah menguasai internet. ISP, sebagai contoh, dapat memperlambat konten pesaingnya, atau bahkan memblokir konten yang bertentangan dengan kepentingan bisnisnya. Ini sangat bertentangan dengan tujuan Net Neutrality untuk menghadirkan internet yang bersifat terbuka.
Pembagian kuota internet yang lumrah dilakukan oleh ISP merupakan contoh nyata dari pelanggaran asas Net Neutrality. Tidak jarang kita menemui ISP yang menjual kuota internet untuk setiap layanan berbeda, semisal kuota 15 GB dengan pembagian 5 GB untuk WhatsApp, 5 GB untuk YouTube, dan 5 GB sisanya untuk pemakaian reguler.
Pemerintah Indonesia, setahu saya, juga masih belum menerapkan Net Neutrality secara penuh. Tidak sedikit pengguna yang juga masih belum familier dengan istilah tersebut. Ini, seperti yang diketahui, membuahkan internet yang setengah-setengah terbuka, dan menghasilkan pemblokiran untuk konten-konten yang dikecualikan, yaitu yang melanggar hukum, seperti yang mengandung pornografi, judi, sara, dll.
Salah satu contoh negara yang tidak menerapkan Net Neutrality sama sekali adalah Cina, dengan istilah pemblokirannya yang telah populer, The Great Firewall. Karena tidak ada Net Neutrality, pengguna internet di Cina dilarang untuk mengakses penyedia konten dari luar, seperti Google, Facebook, Twitter, dan YouTube. Cina, untuk menyiasati, menyediakan sejumlah platform pengganti, seperti Baidu, WeChat, dsb.
Jika Net Neutrality benar-benar tidak diterapkan, seperti halnya di Cina, ISP dan pemerintah akan dapat menguasai internet sepenuhnya. Mereka akan memiliki kuasa penuh terhadap konten apa saja yang dapat dan tidak dapat diakses oleh pengguna.
TLDR: Net Neutrality merupakan asas yang melarang ISP dan pemerintah untuk mempercepat, memperlambat, atau memblokir suatu konten, aplikasi, atau situs web tertentu. Tanpa adanya Net Neutrality, pemerintah dan ISP dapat mengontrol konten apa saja yang dapat dan tidak dapat diakses oleh pengguna.